|
JAKARTA – MN | Dewan
Pers Indonesia untuk pertama kalinya mebuat siaran pers ke seluruh pemimpin
redaksi dan wartawan di seluruh Indonesia. Dalam siaran pers yang dikirim Ketua
Dewan Pers Indonesia Hence Mandagi ke redaksi
pada Rabu, (12/08/2020),
disebutkan, berdasarkan hasil evaluasi dan monitoring Dewan Pers Indonesia,
hampir sebagian besar wartawan hanya dibekali kartu pers dari medianya
masing-masing saat meliput berita. Padahal, dengan kondisi seperti itu wartawan
sangat rentan dikriminalisasi dan mendapat perlakuan diskriminatif dari
pihak-pihak yang merasa dirugikan akibat pemberitaan. Praktis tidak ada jaminan
perlindungan hukum bagi wartawan. Tak jarang wartawan sering dilaporkan ke
polisi dan dipenjara karena menulis berita tapi tidak didampingi organisasi pers.
| BACA JUGA |
Ada Peluang Besar di antara "Pelacur Pers", "Pengemis Sakti", dan Dewan Pers
Menurut Mandagi, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers Pasal 7 Ayat (1) disebutkan, “Wartawan bebas memilih organisasi wartawan” dan Pasal 8 disebutkan, “Dalam menjalankan profesinya wartawan mendapat perlindungan hukum” sehingga dengan demikian syarat seseorang menjadi wartawan adalah harus menjadi anggota di organisasi wartawan.
Disampaikan juga, Undang-Undang Pers itu
sendiri yang akan memberi jaminan perlindungan hukum bagi wartawan yang telah
menjadi anggota organisasi pers. Sebab pada BAB III UU Pers, menurut Mandagi,
secara eksplisit diatur tentang definisi Wartawan.
“Jadi penerapan Pasal 8 tidak berlaku
jika wartawan belum memenuhi ketentuan pasal 7, dengan demikian sebaiknya
setiap wartawan segera memilih bergabung dalam salah satu organisasi wartawan
yang ada di Indonesia,”urainya.
Dewan Pers Indonesia juga mempersilahkan
setiap wartawan Indonesia memilih bergabung di dalam keanggotaan organisasi
pers, baik yang menjadi konstituen Dewan Pers Indonesia maupun di luar konstituen.
Di DPI sendiri ada 11 organisasi pers
yang tercatat sebagai konstituen yakni : Serikat Pers Republik Indonesia,
Persatuan Wartawan Republik Indonesia, Forum Pers Independen Indonesia, Ikatan
Penulis Jurnalis Indonesia, Himpunan Insan Pers Seluruh Indonesia, Perkumpulan
Wartawan Online Independent Nusantara, Perserikatan Journalist Siber Indonesia,
Komite Wartawan Pelacak Profesional Indonesia, Sindikat Wartawan Indonesia,
Aliansi Wartawan Indonesia, dan Asosiasi Kabar Online Indonesia.
Mandagi juga berharap agar setiap
Pemimpin Redaksi memahami itu (ketentuan tentang definisi wartawan dalam
Undang-Undang Pers) dan mewajibkan seluruh wartawannya memilih menjadi anggota
di organisasi pers yang diangap layak untuk menjadi tempatnya bernaung.
“Di sini jelas bahwa legalitas wartawan
itu menurut Undang-Undang Pers adalah menjadi anggota organisasi pers dan bukan
berdasarkan ikut Uji Kompetensi Watawan sebagaimana selama ini dikalim oleh
Dewan Pers,” pungkasnya.
Dengan pejelasan ini, Mandagi meminta
setiap nara sumber atau pejabat, baik pemerintah maupun non pemerintah, wajib
melayani wartawan yang memiliki kartu pers dan kartu tanda anggota dari
organisasi pers yang sah.
Mandagi juga menyarankan agar setiap
wartawan yang dilaporkan pencemaran nama baik di kepolisian oleh nara sumber
yang merasa dirugikan akibat berita,
agar kiranya dapat segera atau langsung
melaporkan balik pelapornya dengan mengacu pada Pasal 8 mengenai
perlindungan hukum wartawan, dan Pasal 18 Ayat (1) mengenai Ketentuan Pidana
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Karena menurut Mandagi, pelapor wartawan
itu bisa dikenakan pasal 18 Ayat (1) dimana disebutkan, setiap orang yang
secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat
menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling
banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)."
Ia juga mengatakan, wartawan Indonesia
sering dikriminalisasi tapi jarang menggunakan hak perlindungan hukumnya dengan
melaporkan balik pelapornya ke polisi.
Ia mencontohkan, pengalaman Ketua DPD
SPRI NTT Bonifasius Lerek yang melaporkan balik seorang Bupati yang
melaporkannya dengan tuduhan pencemaran nama baik gara-gara berita yang
ditulisnya berakhir damai karena kedua pihak saling melapor polisi. “Jadi seharusnya
wartawan yang terancam dipidana akibat menulis berita oleh nara sumber yang
merasa dirugikan agar segera melapor ke organisasi pers tempat dia bernaung dan
segera melaporkan balik jika dirinya menjadi terlapor dengan menyertakan bukti
KTA Organisasi serta memperlihatkan pasal hak mendapatkan perlindungan hukum
yang diatur UU Pers,” imbuhnya.
Dengan demikian kedepan nanti Mandagi
berharap, tidak akan ada lagi wartawan dikriminalisasi.
Menutup siaran persnya, Mandagi
menyayangkan kejadian baru-baru ini ada empat orang wartawan dikriminalisasi
olah nara sumber yang nota bene adalah rentenir pelaku gadai KJP ilegal justeru
mengaku menjadi korban pemerasan wartawan dan melapor ke polisi. Sementara
keempat wartawan yang ditangkap tidak melaporkan balik pelaku tersebut dengan
menggunakan hak perlindungan hukumnya dan melapor balik ke polisi karena
sesungguhnya keempat wartawan tersebut sedang melakukan tugas peliputan dan
menjalankan fungsi kontrol sosial. *
| Sumber: Press
Release Dewan Pers Indonesia (DPI) |