MEDIANUSANTARA.ID--Berbagai bentuk bencana alam yang terjadi pada sejumlah daerah di Indonesia, sehingga negara Indonesia dijuluki sebagai "supermarket" bencana. Hal itu diungkap oleh narasumber dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Pusat, Yuli Kartikaningsih M.Si, di acara Focus Group Discussion (FGD) Sosialisasi Penerapan Impact Based Forecast (prakiraan cuaca berbasis dampak) bersama dengan stakeholder di kantor BMKG Bima, Jum'at (5/10/2019).
"Pertemuan ini pula ditujukan untuk menyamakan persepsi dengan para stakeholder, terkait informasi prakiraan cuaca," lanjutnya.
Sekitar 70 persen bencana yang terjadi di Indonesia disebabkan oleh gejala "hidrometeorologi" atau yang berhubungan dengan air. Dampaknya menunjukkan peningkatan aspek korban jiwa dan kerugian material yang juga berdampak pada perlambatan ekonomi.
Seiring perkembangan teknologi, BMKG dituntut untuk memberikan informasi yang lebih sesuai dengan kebutuhan beragam pengguna.
Prakiraan berbasis dampak dibutuhkan mengingat secara alamiah dari keberagaman kebutuhan pengguna, dimana pengguna membutuhkan informasi lebih lanjut tentang dampak yang ditimbulkan dari suatu fenomena hidrometeorologi.
Disamping itu, informasi cuaca hanya sebagai salah satu masukan dalam proses pengambilan keputusan. Agar informasi cuaca menjadi sebuah informasi kunci.
Kepala Stasiun Meteorologi Sultan Muhammad Salahuddin Bima, Satria Topan Permadi S.Si, juga menyampaikan bahwa BMKG akan berupaya dalam memberikan informasi cuaca sebaik mungkin supaya bermanfaat.
"Para pemangku kepentingan diharapkan belajar dari pengalaman menghadapi bencana banjir bandang yang terjadi pada tahun 2016 lalu," ujar Satria dihadapan 23 peserta yang berasal dari BPBD, Diskominfostik, Orari, MDMC, media massa dan beberapa instansi mitra BMKG.
"Sosialisasi ini juga ditujukan untuk bisa membangun sistem yang lebih kuat dalam menghadapi bencana atau mengurangi dampak bencana," lanjutnya.(adi)
*) Sumber: Diskominfostik Kab. Bima