| JAKARTA | Kegelisahan masyarakat di berbagai daerah akibat pandemi Covid-19 belum juga berakhir. Segala daya upaya pemerintah dan masyarakat Indonesia melawan virus mematikan ini terus saja dilakukan lewat beragam cara. Semua pihak yang peduli dan merasa ikut bertanggung-jawab memerangi covid-19 makin masif bermunculan di mana-mana.
Dari artis, pengusaha, politisi, sampai warga biasa di tingkat Rukun Tetangga (RT) pun terjun langsung ke lapangan menggalang dana dan menyalurkan bantuan sembako bagi masyarakat kurang mampu dan Alat Pelindung Diri (APD) bagi para dokter dan petugas medis. Semua orang sibuk mencari cara memutus mata rantai penyebaran virus covid-19 ini.
Di tengah upaya pemerintah dan masyarakat serius mengatasi masalah ini, ironisnya sejumlah pengamat dan elit politik justeru sibuk mencari-cari kesalahan pemerintah dengan pernyataannya yang malah menuai kontroversi. Simbol-simbol negara terus dikritik dan diserang habis-habisan oleh para politisi dan pengamat oportunis memanfaatkan situasi darurat ini untuk menyerang kewibawaan pemerintah.
Menyikapi hal itu, Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Serikat Pers Republik Indonesia Hence Mandagi mengingatkan kepada seluruh wartawan dan media agar tidak ikut terseret kepentingan politik kelompok tertentu yang memanfaatkan media sebagai senjata untuk menyerang kewibawaan pemerintah di tengah kepanikan warga menghadapi wabah covid-19 ini.
"Peran pers sangat jelas sebagai alat kontrol sosial, jadi memberi ruang kritik tanpa solusi di tengah krisis seperti ini sama saja membiarkan pers menjadi alat para politikus dan pengamat oportunis untuk menyerang pemerintah," tegas Mandagi dalam siaran pers yang dikirim ke redaksi, Sabtu (11/04/2020).
Di tengah krisis global ini, Mandagi mengatakan, pers harus mampu mengontrol isu di masyakarat agar pemerintah tidak diganggu konsentrasinya dengan isu lain yang kontra produktif.
"Kalau ada pengamat atau politisi yang mau mengkritik pemerintah silahkan dilayani tapi tanyakan dulu apa sumbangsih dia terhadap penanganan covid-19 ini, baru kemudian korek informasi dan solusi yang bisa membantu pemerintah mengatasi masalah," ujar Mandagi seraya mengingatkan agar wartawan tidak melakukan wawancara terhadap politisi atau pengamat yang hanya senang mengkritik tapi tidak mampu membuktikan bahwa dirinya mau membantu atau menyumbang sembako buat warga kurang mampu dan APD bagi para dokter dan petugas medis.
Mandagi yang juga menjabat Ketua Dewan Pers Indonesia hasil Kongres Pers Indonesia 2019, menambahkan, pers Indonesia harus lebih bijaksana, cermat, dan hati-hati dalam menjalankan tugas jurnalistik di lapangan menyusul terbitnya telegram Kapolri terkait penghinaan terhadap presiden di tengah upaya mengatasi penyebaran virus Covid-19 bakal dipidana.
Menurutnya, agar tidak bersinggungan dengan isi telegram Kapolri tersebut, media dan wartawan harus lebih teliti dalam memilih nara sumber dan menyaring informasi.
"Kritik di tengah krisis sepertinya belum diperlukan warga, jadi media sebaiknya lebih fokus dan intens mengangkat informasi mengenai gerakan atau aksi sosial warga masyarakat yang sibuk menggalang dana bantuan sosial bagi pengadaan APD dan pembagian sembako, serta isu-isu positif lain yang dapat membangun optimisme warga dalam menghadapi bencana covid-19 ini," terangnya.
Lebih lanjut dikatakan, warga saat ini sangat butuh informasi mengenai harga dan ketersediaan stok sembako dan bumbu dapur di pasar-pasar tradisional dan modern, yang sangat jarang diliput media mainstream atau media besar. Selain itu faktor keamanan diri wartawan dalam menjalankan tugas jurnalistik di tengah ancaman virus covid-19 patut diperhatikan.
"Keamanan diri lebih penting dari apapun, agar jangan sampai terjadi sebuah berita seharga nyawa jika sudah terjangkit covid-19," imbuhnya.
Di akhir siaran persnya, Mandagi mengajak seluruh insan pers mengawasi ketat penyaluran bantuan yang berasal dari anggaran pemerintah baik pusat maun daerah.(*)