| Mendikbud Nadiem Makarim dan
Ketua Ombudsman RI Amzulian Rifai berfoto bersama usai pertemuan Senin (16/12)
di kantor Ombudsman Jakarta. Ketum PAMI Fredi Rumengan paling kiri | |
|
JAKARTA | Menyusul
surat terbuka Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Pelopor Angkatan Muda Indonesia
(DPP PAMI) Fredi John Rumengan kepada Presiden Republik Indonesia Joko Widodo
agar Ombudsman Republik Indonesia (ORI) segera dibubarkan karena banyaknya
rekomendasi yang tidak dilaksanakan oleh sejumlah lembaga negara, termasuk
Rekomendasi ORI Nomor : 0001/REK/0834.2016/V/2018 tangal 31 Mei 2018 tentang
maladministrasi oleh Kementrian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi dalam
penyetaraan ijazah doctor (S3) luar negeri dan kenaikan jabatan fungsional
dosen menjadi guru besar atas nama Julyeta Paulina Amelia Runtuwene, hari ini
mendadak Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nadiem Makarim dipanggil
Ombudsman Republik Indonesia. Menteri Nadiem menemui Ombudsman didampingi Inspektorat
Jenderal Muchlis R Luddin.
Ketua Ombudsman RI Amzulian Rifai mengakui
pertemuan dengan Mendikbud Nadiem Makarim salah satunya membahas kasus rektor
Unima Julyeta Paulina Amelia Runtuwene. Ketua Ombudsman juga sempat
menyayangkan surat PAMI kepada Presiden yang meminta lembaga yang dipimpinnya
dibubarkan. “Yang tidak melaksanakan rekomendasi kan Menristek Dikti lalu
kenapa Ombudsman yang diminta dibubarkan,” keluh Rifai kepada Ketum PAMI usai
pertemuan dengan Mendikbud dan jajarannya di kantor Ombdusman di HR Rasuna
Sahid Jakarta, Senin (16/12).
“Kalau diberi kewenangan atau semacam pedang
maka langsung saya pancung,” ujar Rifai memberi analogi jika lembaganya diberi
kewenangan hukum. Rifai juga mengatakan, pihak Mendikbud sudah berjanji kepada Ombudsman
akan segera melaksanakan rekomendasinya terkait kasus rektor UNIMA Julyeta
Paulina Amelia Runtuwene. “Menteri sudah berjanji akan melaksanakan rekomendasi
tersebut, jadi kalau tidak juga dilaksanakan maka akan kita kejar,” ujarnya.
Sebagaimana diketahui, Rekomendasi Ombudsman
Nomor : 0001/REK/0834.2016/V/2018 tangal 31 Mei 2018 berisi pencabutan gelar
doctor S3 dan pemberhentian jabatan guru besar yang disandang Rektor UNIMA.
Informasi dari pihak internal Ombudsman, ada 3 rektor yang bakal dipecat oleh
Menteri Nadiem Makarim, termasuk rektor UNIMA.
Pada kesempatan yang sama, Mendkibud Nadiem
Makarim yang dikejar wartawan terkait isi pertemuan dengan Ombdusman tidak
bersedia memberi komentar dan langsung kabur. Sementara, Ketum PAMI John Fredi Rumengan
yang ikut hadir di kantor Ombudsman mengaku yakin dan percaya Menteri Nadiem
mampu memenuhi janjinya. “Saya yakin mas menteri akan mengikuti jejak Menteri
BUMN Erik Tohir dalam rangka membersihkan lembaganya dari praktek kotor dan
mafia pendidikan,” tandas Romy sapaan akrabnya.
Pada Jumat pekan lalu, DPP PAMI secara resmi
melayangkan surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo yang dialamatkan pula ke
sejumlah pejabat penting di tingkat pusat.
Menurut Rumengan, presiden harus segera
membubarkan Ombudsman karena rekomendasinya ternyata tidak dianggap. “Tidak ada
lagi alasan untuk mempertahankan keberadaan Ombudsman jika hasil kerjanya tidak
digubris atau dilaksanakan,” kata Rumengan.
DPP PAMI juga melayangkan surat terbuka kepada
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Puan Maharani dan meminta agar
Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia segera
dicabut atau dibatalkan. “Hasil kerja atau rekomendasi lembaga ini menjadi
tidak berguna karena tidak dilaksanakan, dan lebih parah lagi keberadaannya
diangap hanya menghabiskan uang negara untuk bayar gaji dan operasional kantor
Ombudsman,” tandas Rumengan.
Dalam surat yang sama, Rumengan juga meminta
Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Republik Indonesia Mahfud MD
agar tetap konsisten dengan pernyataannya bahwa rekomendasi Ombudsman harus
dilaksanakan oleh seluruh pejabat atau menteri yang masuk dalam rekomendasi
tersebut.
Sementera itu, kepada Komisioner Ombudsman
Republik Indonesia, PAMI meminta seluruh anggotanya mengundurkan diri karena
hasil kerjanya atau rekomendasinya ternyata sekitar 30 persen tidak
dilaksanakan oleh penyelenggara negara.
Secara khusus PAMI juga meminta Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nadiem Makarim segera membongkar
atau mengungkap dugaan permainan kotor oknum pejabat Kemendikbud yang terlibat
permainan penyetaraan ijazah S3 luar negeri. “Segera usut keterlibatan seluruh
pejabat Kemendikbud yang ijasah S3 luar negerinya terindikasi palsu,” katanya.
Sebagai organisasi yang konsisten melakukan
pengawasan di berbagai bidang, DPP PAMI pada tahun 2018 lalu telah melaporkan
dugaan penggunaan ijazah dan gelar palsu yang dilakukan oknum Rektor
Universitas Negeri Manado (UNIMA) Paulina Julyeta Amelia Runtuwene kepada
Ombudsman. Setelah melalui tahapan persidangan yang cukup pajang, ORI akhirnya
membuat keputusan dan mengeluarkan Rekomendasi Nomor :
0001/REK/0834.2016/V/2018 tangal 31 Mei 2018 tentang maladministrasi oleh
Kementrian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi dalam penyetaraan ijazah
doctor (S3) luar negeri dan kenaikan jabatan fungsional dosen menjadi guru
besar atas nama Julyeta Paulina Amelia Runtuwene.
Atas dasar bukti Rekomendasi ORI dan
bukti-bukti lainnya, PAMI telah membuat laporan polisi di Polda Sulawesi Utara
terkait tindak pidana pendidikan yang diduga dilakukan oleh oknum Rektor
Universitas Negeri Manado atau UNIMA, Julyeta Paulina Amelia Runtuwenedengan
bukti laporan polisi tersebut nomor : STTLP/472.a/VII/2019/SPKT sejak bulan
Juli 2019.
Menurut Rumengan, DPP PAMI mengambil langkah
hukum melaporkan dugaan tindak pidana pendidikan di atas adalah berdasarkan
pertimbangan hukum Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 Tentang
ORI dan Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 25 Tahun 2015 yang
menerangkan bahwa yang disebut ijazah palsu adalah ijazah yang diperoleh tidak
sesuai prosedur sesuai Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 26 Tahun
2009, diantaranya Visa Studi, Silabus, Disertasi, LOE dan lain-lain sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Penulis:
Hence Mandagi