MEDIANUSANTARA.ID—Begitu geliatnya kelompok
warga masyarakat yang terus mengembangkan usaha-usaha kecil seperti pembuatan
makanan ringan sejenis kue kering. Usaha tersebut rupanya tidak pernah hilang,
bahkan menjadi turun-temurun keluarga.
Pembuatan jenis kue kering pun
menjadi khas kuliner kampung yang sudah tenar di berbagai desa dan di luar
daerah. Bahkan salah satu kuliner bikinan tangan kreatif kelompok masyarakat di Desa Rasabou Kecamatan Bolo
(Sila) ini, pernah dipromosi oleh Pemerintah Daerah
di Mancanegara.
“SAROJA” itulah namanya. Di kalangan
masyarakat Bima, nama tersebut sudah menjadi rahasia umum. Di daerah
Jawa—khususnya di Desa Majasem Kecamatan
Kendal Kabupaten Ngawi, Jawa Timur—SAROJA ini salah satu makanan khas yang
sama. Bagi masyarakat Ngawi menyebutnya kue GOYANG. Karena memang rasanya gurih
dan enak. Di Desa Majasem, kue kering bernama GOYANG atau SAROJA ini, masih
dikembangkan oleh satu keluarga yang bernama Lily Mei Yang (nama samarannya).
Awal
dan Tempat Pembuatan SAROJA
Kue kering ini boleh dikatakan mudah dalam
pembuatannya. Akan tetapi, jika bukan dari tangan terampil dan ahlinya, maka
hasilnya tidak sempurna maupun rasanya kurang pas. Sebab, kue kering ini konon
memiliki sejarah dan makna tersendiri khususnya untuk calon pengantin. Ini yang
dilaksanakan di Kecamatan Bolo (Sila) pada masa itu.
Kue kering bernama SAROJA kerap disajikan saat
hajatan pernikahan. Dimana pada masa itu, tanpa SAROJA persiapan jenis makanan
(jangko) lainnya, seakan belum lengkap. Jika pernah kita merasakan gurih,
nikmat dan enaknya kue kering SAROJA, maka mulut kita tak akan mau henti untuk
mengunyahnya.
Konon, di Desa Rasabou Kecamatan Bolo
Kabupaten Bima, adalah tempat asal-muasal mulanya pembuatan kue kering SAROJA
ini. Karena pada masa itu dan hingga sekarang, orang luar daerah seperti dari
kota Bima dan Dompu, kerap datang memesan kue kering SAROJA sebagai salah satu
kue yang disajikan pada acara pernikahan putra-putri mereka.
Meski saat ini ada beberapa pihak di luar Desa
Rasabou yang bisa membuat SAROJA, tetapi bentuk, rasa dan aroma yang dihasilkan
belum mampu menyaingi dari aslinya. Maka tak heran, pada lomba kuliner kampung
yang pernah diadakan oleh TP PKK Kabupaten Bima tahun 2016 sialm, kue SAROJA
terpilih mendapat nominasi pertama yang disuguhkan oleh tangan terampil dari TP
PKK Desa Rasabou.
Kaka Rita—itulah sapaan ibu Rita di
RT005/RW003 Desa Rasabou ini, salah satu keluarga yang terus mengembangkan
usaha kue SAROJA. Semenjak di usia remaja, ia dilatih oleh ibunya Hj Hadijah
agar bisa menguasai tehnik dan cara pembuatan SAROJA.
Beberapa jenis bahan baku sebagai resep
pembuatan kue kering tersebut, sudah menjadi rahasia keluarga mereka. Kendati orang
lain yang mengetahui bahan (resep) pembuatan SAROJA, namun hasilnya belum mampu
memberikan hasil dari aslinya. “Memang ada yang datang menanyakan resep SAROJA
ini, termasuk cara pembuatan dan pencampurannya,” ujar Kaka Rita, seperti
ditulis tim Kelompok Informasi Masyarakat (KIM) Bolo.
Kaka Rita mengaku, usaha kuliner ini tetap
berjalan. Apalagi dalam beberapa pekan terakhir, pesanan cukup banyak. Selain
menerima orderan, kue kering SAROJA juga diambil oleh beberapa pedagang kuliner
kue kering di Pasar Sila. Hanya saja, jumlah yang mereka ambil tidaklah banyak.
“Kecuali menjelang hajatan-hajatan khusus, seperti acara pernikahan dan
sunatan,” tuturnya.
Menurut Kaka Rita, pembuatan SAROJA ini boleh
dibilang mudah. Tetapi ketika prakteknya perlu ketelitian dan kehati-hatian.
Begitu pun bahan (resep) yang disiapkan—seperti tepung beras, telur, gula
pasir, garam, kapur siri dan minyak goreng.
“Nah…, untuk memberikan menghasil yang
maksimal, campuran bahan harus tepat. Tidak boleh kurang atau lebih, karena
harus pas takarannya. Jika tidak, maka hasilnya kurang bagus,” kata Kaka Rita.
Proses
Pembuatan SAROJA
Adapun bahan-bahan tadi dicampur dan diaduk
rata dengan air hingga encer—sambil menunggu minyak goreng yang dipanaskan.
Setelah itu, ambil plat (cetakan) SAROJA yang sebelumnya telah dipanaskan dalam
minyak goreng—lalu celupkan kedalam bahan kue tadi—kemudian dicelup kembali
kedalam minyak goreng panas hingga matang dan mengembang. Maka akan terlihat
SAROJA ini secara sendirinya pisah dari plat (cetakan). Setelah itu dikeluarkan ke
waah lalu siap dihidangkan.
Asal
nama Kue SAROJA
SAROJA diambil dari nama bunga Seroja. Karena
memang bentuknya mirip bunga Seroja. Sehingga dikala itu (di kampung
Sila-Bolo), dibuatlah plat (cetakan)
yang mirip bunga Seroja dari bahan kuningan.
Bunga Seroja ini kerap dipakai sebagai kembang
bagi kedua calon pengantin. Termasuk dipakai ditabur dalam air mandi pada saat
kedua calon pengantin pria maupun wanita dalam melaksanakan upacara “Ndeu
Boho Oi Mbaru”—atau upacara mandi membuang (melepas) masa lajang atau kesialan.
Itulah “Pangaha” (kue) SAROJA kerap dijumpai
dan disuguhkan ketika kita datang berkunjung (Tekar Ne’e) ke rumah keluarga
kedua calon pengantin di wilayah Kecamatan Bolo khususnya lagi di Desa Rasabou,
Kecamatan Bolo, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat.
Sampai saat ini, pembuatan kue kering SAROJA
menjadi usaha turun-temurun keluarga Kaka Rita. Meski ada di tempat lain yang ingin
kembangkan usaha tersebut, namun tak mempengaruhi stock pesanan yang datang ke
tempat Kaka Rita. Kalau pun habis, pembeli pun langsung langsung ke Pasar Sila.
Rasanya tak lengkap jika
kue kering bernama SAROJA ini tidak ada diantara kue-kue kering lainnya saat disuguhkan
keluarga berhajat, baik di saat persiapan hingga di acara penyambutan “Tekar Ne’e”
ibu-ibu rumah tangga.(adi)